taraaaa, ini sebenernya mau tak ikutin lomba tapi kemaren aq lupa kalo deadline nya jam 20.00 dan aq menyadari jam 19:59 padahal modem pulsanya abis, hehehehe. gak papalah semoga bermanfaat ya teman-teman.

Cinta adalah anugrah
Cinta adalah anugrah

Cemburuku

“Ting tong dibaca dong smsnya,” suara gadis kecil kembali memekik.

ya udah kalo itu keputusanmu, aq hargai. 1 hal yg perlu qm tau dek, aq masih dan akan selalu mencintaimu. Aq akan slalu berdo’a semoga qm lah jodohq.

Aku merasa akulah yang orang paling beruntung di dunia ini. Pacar, eh maksudku mas temu gede bukan hanya sayang aku tapi juga mengerti apa pun pilihan dan keputusanku.

Iya mas, aq juga tau. Tapi memang saat ini yg terbaik utk qt adlh brpisah. Aq akan brproses m’jadi kupu2 indah hanya utkmu mas J mungkin utk beberapa saat ini qt tak perlu sering komunikasi baik sms, fb, twitter. Aq mau fokus kuliah, qta juga tau bagaimana seharusnya hubungan s’belum halal.

Message sending.

Iya adekq sayang, aq akan menantimu 5thn lg

Bunga-bunga di taman hatiku semakin bermekaran. Aku seperti melayang menembus angkasa raya. Masku benar-benar sosok yang sempurna. Ya, aku yakin dialah jodohku.

Aq juga akan sabar menanti 2017

Lima menit. Sepuluh menit. Mengapa gadis kecil tak lagi memintaku membuka sms? Aku terus memandangi layar hp hingga lima belas menit. Tetap tak ada pesan datang. Hatiku mulai panas. Bunga-bunga yang tadinya bermekaran indah di hatiku gersang dalam sekejap.

Kok ga di bls sih?

Aku menekan keypad dengan dada kembang kempis menahan amarah. Mungkin sudah tidur. Satu sisi batinku meredam, menenangkan diri sendiri. Tapi sebentar lagi kita gak komunikasi. Masa sih gak bisa menahan kantuk barang satu jam? Sisi lain batinku berontak. Namun tak berapa lama kemudian gadis kecil kembali berkicau.

Hlah kan adek yg minta mulai sekarang gak contact lg? Mau berubah pikiran?

Aku tersipu malu. Oh iya, kenapa kamu jadi lupa, Rin? Kan tadi kamu sendiri yang meminta gak komunikasi. Haduuuh, kamu sih berprasangka buruk.

Oh iya adek lupa, hehehehe maaf. Yaudah abis ini sms ga usah dibls lg. Good night mas, have a nice dream 

Aku bersiap-siap untuk tidur berpetualang ke alam mimpi. Namun si gadis kecil kembali memekik.

Kali ini mas nakal, hehehehe. ini sms mas yg terakhir. Good night adekq manis have a nice dream J selamat brproses menjadi kupu2q yg cantik

Huuuh, masku nakal. Perlahan ku pejamkan mata dengan taman hati yang kembali bermekaran. Pangeranku akan setia menantiku.

***

Jika ditanya cita-cita dari zaman bahuela hingga zaman online, tak sedikit anak-anak yang dengan tegas menjawab, “Aku ingin jadi dokter.” Agaknya cita-cita ini tak mudah lekang oleh waktu. Nyatanya di Universitas manapun, jurusan Pendidikan Dokter dapat dipastikan menjadi jurusan paling favorit. Aku adalah salah satu orang yang beruntung.

Namun keberuntunganku bukanlah jaminan. Justru keberuntungan ini adalah gerbang awal perjuanganku yang lebih keras. Meski masih semester paling muda di kampus, laporan praktikum, tugas dan jadwal ujian membuatku terengah-engah. Sering kali aku tertidur dengan berbalut mukena di atas sajadah usai sholat isya’. Tak jarang pula aku tertidur di atas tumpukan buku. Semua ini aku lakukan untuk membanggakan orang tuaku dan tentu saja untuk bermetamorfosa menjadi kupu-kupu masku yang cantik. Ah, lima tahun ke depan pasti akan indah, ketika masku sudah bergelar ‘sang sarjana teknik’ dan aku resmi menjadi dr. Rini Astuti.

“Kamu kenapa senyam-senyum sendiri?” goda temanku.

“Eh, anu gak papa kok. Cuma menghibur diri, ngebayangin kejadian indah masa lalu,” jawabku tersipu.

“Emang tadi kamu bisa ngerjain ujian anatomi?” tanya Melisa.

“Justru karena gak bisa ngerjain makanya aku menghibur diri, Mel,” jawabku dengan sedikit penegasan.

“Hihihihi aku cuma berkhusnudzon, Rin. Melamun menjauhkan kita dari takdir yang baik, kalau kelamaan melamun bisa-bisa kesambet setan lho. Daripada melamun dan senyam-senyum sendiri kaya orang gila, mending ikut kajian di masjid Asy-Syifa, yuk!” ajak gadis berjilbab lebar dan berlesung pipit itu.

Akhir-akhir ini aku memang sering kesambet Melisa ikut kajian di masjid fakultas. Meski aku merasa aku belum se-solehah teman-teman SKI, aku merasa tak canggung bergabung dengan mereka. Selain Melisa, aku cukup akrab dengan Nisa, Ririt, Dian, Nining dan ‘mahasiswi-mahasiswi masjid’ lainnya. Bahkan keputusanku untuk meminta putus dengan masku lantaran aku takut akan apa yang disampaikan ustadz pengisi kajian beberapa bulan lalu. Ya, aku tau Rasullulah memang tak pernah mencontohkan pacaran, bahkan pacaran adalah perbuatan yang masuk kategori mendekati zina. Tapi toh sekarang aku dan masku memang tidak pacaran.

***

Gimana kabarnya dek? Mas kangen

Sebuah sms yang sama untuk ketiga kalinya. Tak perlu ditanya lagi, mas. Pastilah aku kangen. Tapi aku takut menodai cinta kita. Tanpa pikir panjang aku mengetik :

Baik, Adek kangeen bgd sama mas, tp akhir2 ni emang adek lg sibuk. Selain itu adek juga berusaha agar cinta kita tetap suci

Hey, Rin, kamu gak boleh ngomong gitu lagi. Ku tekan tombol hapus hingga layar hapeku kembali bersih. Kembali aku mengetik :

Baik, mas gimana? Baik kan? Jgn lupa makan ya mas, jgn suka begadang lg

Tidak. Tidak. Tidak. Kamu ga boleh memberikan perhatian berlebihan. Jangan sampai kamu menjilat ludahmu sendiri untuk menjauh dari dia. Ingat Allah, Rin. Jangan sampai kamu melanggar perintah Allah. Tapi apa salahnya aku memberi perhatian? Toh tidak terlalu sering. Tapi tetep aja gak boleh Rin. Harusnya kamu mulai berubah. Rini yang sekarang bukanlah Rini yang dulu. Harusnya kamu malu dengan jilbabmu yang lebar. Apa kata Melisa kalau sampai dia tahu rahasiamu?

“Rin, ayo siap-siap! Prof. Sri udah datang tuh,” Melisa membangunkanku.

“Eh iya, Mel. Bentar-bentar,” jawabku seraya mengetikan

Alhamdulilah baik

Message sent.

***

“Mie instan, kopi susu, tisu basah, sabun cair, sikat gigi, pasta gigi, lotion anti nyamuk, deterjen. Apa lagi yang kurang ya, Mel?” tanyaku seraya mengecek kembali list panjang most wanted.

“Astaghfirlah, Rin. Kamu mau pengabdian masyarakat apa mau pindahan kost sih? Kita disana cuma sebulan, lagian tujuan kita kesana untuk mengabdi,” protes Melisa.

“Tapi di sana kan pelosok, Mel. Kalau kita butuh apa-apa susah nyari swalayan. Apalagi kita juga gak tau kondisi disana seperti apa. Gimana kalau di sana sanitasinya kotor? Semuanya harus mateng jangan sampai ada yang kurang, Mel. Oh ya obat-obatannya udah beres kan?” cerocosku.

“Perasaan udah kelima kalinya kamu nanyain. Huuuh, dasar misis perfeksionis,” jawab Melisa sembari mencubit pipiku yang seperti bakpao.

“Auw. Sakit tau, Mel! Emang salah kalau kita mempersiapkan segalanya dengan sempurna?” jawabku sambil mayun pura-pura marah.

“Ya gak salah sih, Rin. Tapi kan kalau keterlaluan juga gak baik,” jawab Melisa.

Hei tunggu, sepertinya aku kenal lelaki di outlet ice cream itu. Tidak mungkin, ini tidak mungkin terjadi. Tapi laki-laki jangkung berambut klimis yang selalu disisir rapi dan berjaket biru langit itu menoleh. Pandangannya tepat menghadap kepadaku. Harapan bahwa perkiraanku salah kini menguap sudah.

Seketika lelaki itu melepaskan genggaman tangan gadis berkerudung permen disampingnya. Aku tak tau bagaimana rasa hatiku saat itu. Sedih, kecewa, marah, merasa bodoh bercampur aduk. Menyesakkan. Aku terpaku dan tak yakin apakah aku masih berpijak di bumi.

“Rin, kamu kenapa?” Melisa mencoba mengembalikan kesadaranku dengan melambai-lambaikan tangan di depan wajahku.

Mungkin Melisa menyadari musabab air mata yang tak sanggup lagi aku bendung. Ia menarikku pergi. Untung saja saat itu tak ada  antrian panjang di kasir seperti biasanya.

***

Kamar bercat putih menjadi saksi bisu hatiku yang remuk. Senyap dan sunyi. Hanya terdengar detak sang detik dan sesenggukan tangisku.

“Semua lelaki sama aja!” ucapku memecah kesunyian selama lebih dari setengah jam ini.

“Dia pacarmu?” tanya Melisa singkat.

“Eh, bukan. Dia bukan pacarku, tapi hanya anu,” jawabku tergagap antara menahan malu dan sesak yang menyakitkan. Rasanya aku ingin hari ini di skip saja dari kalender. Aku benar-benar tak bisa membayangkan bagaimana rupaku saat itu.

“Kamu tau gimana Islam melarang pacaran, Rin? Aku gak menyalahkanmu, aku hanya kecewa sama sikapmu.” jawab Melisa dengan nada sedikit meninggi.

“Tapi kami gak pacaran, Mel. Kami hanya,” lidahku kelu tak mampu melanjutkan pembelaan.

“Kalau udah termehek-mehek kaya gini kamu mau nyangkal udah main hati? Meski statusmu bukan pacar, tapi hati kamu? Rahasia hatimu memang tak ada orang yang tau selain kamu sendiri, tapi yakinlah Rin, Allah Maha Tau,” Melisa semakin membuatku tak berkutik.

“Kamu ingat apa yang disampaikan Ustadz Nendi tentang kisah Sa’ad bin Ubadah yang berkata ‘Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku, niscaya aku pukul ia dengan pedang pada bagian yang tajam untuk membunuhnya.’ Rasulullah berkata, ‘Apakah kalian heran akan kecemburuan Sa’ad? Sungguh aku lebih cemburu daripadanya dan Allah lebih cemburu daripadaku.’ ALLAH LEBIH CEMBURU, Rin. Buat apa kamu mengorbankan pikiran dan hatimu hanya untuk laki-laki yang belum tentu menjadi mahrommu?” lanjut Melisa.

Aku benar-benar mengakui kekalahanku di hadapan Melisa. Tapi entah mengapa, kekalahanku ini tak membuatku lemah, kekalahanku kali ini justru menguatkanku.